BAB I PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Kelainan kongenital adalah kelainan
dalam pertumbuhan janin yang terjadi sejak konsepsi dan selama dalam kandungan.
Diperkirakan 10-20% dari kematian janin dalam kandungan dan kematian neonatal
disebabkan oleh kelainan kongenital. Khusunya pada bayi berat badan rendah
diperkirakan kira-kiraa 20% diantaranya meninggal karena kelainan kongenital
dalam minggu pertama kehidupannya. Malformasi kongenital merupakan kausa
penting terjadinya keguguran, lahir mati, dan kematian neonatal.
Mortalitas dan morbiditas pada bayi pada saat ini masih
sangat tinggi pada bayi yang mengalami penyakit bawaan. Salah satu sebab
morbiditas pada bayi adalah atresia duedoni esophagus, meningokel eosephalokel,
hidrosephalus, fimosis, hipospadia dan kelainan metabolik dan endokrin.
Sebagian besar penyakit bawaan pada bayi disebabkan oleh kelainan genetik dan
kebiasaan ibu pada saat hamil mengkonsumsi alkohol, rokok dan narkotika.
Dari uraian diatas diharapkan seorang bidan dapat
melakukan penanganan secara terpadu. Dari masalah yang ada diatas setidaknya
dapat memberikan pertolongan pertama dengan dapat untuk menekan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi, tetapi jika kondisi lebih parah kita
harus melakukan rujukan.
Berdasarkan hal-hal diatas, makalah yang berjudul “Asuhan
Neonatus dengan Cacat Bawaan dan Penatalaksanaannya” ini disusun untuk mengkaji
lebih jauh mengenai neonatus dengan kelainan kongenital serta
penatalaksanaannya sehingga sebagai seorang bidan kita mampu memberikan asuhan
neonatus dengan tujuan meminimalisir angka kematian dan kesakitan pada neonatus
sehingga tugas mutlak seorang bidan dan terpenuhi dengan baik.
B. Tujuan
Adapun Tujuan dalam penulisaan makalah ini, adalah
sebagai berikut:
1.
Untuk mengetahui pengertian
kelainan congenital/ cacat bawaan pada neonatus.
2.
Untuk mengetahui penyebab
kelainan congenital
3.
Untuk mengetahui diagnosis
kelainan kongenital
4.
Untuk mengetahui kelainan
kongenital pada neonatus dan penatalaksanaannya
5.
Untuk mengetahui cara
pencegahan kelainan congenital atau cacat bawaan pada neonatus
C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini, adalah sebagai
berikut:
1.
Apa yang dimaksud dengan cacat
bawaan/ kelainan congenital pada neonatus?
2.
Apa saja yang penyebab kelainan
kongenital?
3.
Bagaimana menentukan diagnosis
kelainan congenital pada neonatus?
4.
Apa saja kelainan kongenital
yang biasanya terjadi pada neonatus dan penatalaksanaannya?
5.
Bagaimana cara pencegahan
kelainan congenital atau cacat bawaan pada neonatus?
BAB II ISI
BAYI BARU LAHIR BERMASALAH
DENGAN KELAINAN-KELAINAN KONGENITAL/ BAWAAN
A. PENDAHULUAN
Peningkatan kualitas
merupakan prinsip utama system pelayanan kesehatan. Dalam visi Indonesia Sehat
2010 disebutkan bahwa gambaran masyarakat Indonesia yang ingin di capai ke
depan adalah masyarakat yang memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan.
Adapun tujuan instruksional umum setelah mempelajari bab ini mahasiswa/ pembaca diharapkan mampu
mendeskripsikan bayi baru lahir dengan kelainan kongenital. Sedangkan tujuan
instruksional khusus setelah
mempelajari bab ini mahasiswa/ pembaca diharapkan mampu menjelaskan pengertian, klasifikasi/jenis, definisi, penyebab, tanda dan gejala, serta
penatalaksanaan bayi baru
lahir dengan kelainan kongenital.
Berikut ini yang termasuk dalam kelainan- kelainan
bawaan pada bayi baru lahir meliputi:
1.
Labioskizis dan labiopalatoskizis
2.
Atresia esophagus
3.
Atresia rekti dan anus
4.
Hirschprung
5.
Obstruksi billiaris
6.
Omfakokel
7.
Hernia Diafraghmatika
8.
Atresia duodeni
9.
Meningokel, ensefalokel
10. Hidrosefalus
11. Fimosis
12. Hipospadia
13. Kelainan metabolic dan endokrin
D.
PENGERTIAN
Bayi dengan kelainan congenital
adalah bayi dengan kelainan morfologik dalam pertumbuhan struktur bayi yang
dijumpai sejak bayi lahir. Pembahasan dalam bab ini meliputi meliputi:
klasifikasi/jenis, definisi, penyebab, tanda dan gejala, serta penatalaksanaannya.
Kelainan bawaan (kelainan kongenital) adalah kelainan yang sudah ada
sejaklahir dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non-genetik (Effendi,
2006dalam Neonatologi IDAI 2008). Kematian pada neonatus merupakan kejadianyang
paling sering terjadi pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. (WHO,
2004).Kelainan bawaan merupakan penyebab kematian tersering ketiga
setelahprematuritas dan gizi buruk (WHO,2004).Kelainan kongenital atau birth
defect dapat berupa abnormalitas kongenital(kasus terbesar), fetal diseases,
genetic diseases, retardasi perkembangan (mental)intra uterine, dan
disabilitas. Meski birth defect merupakan problem global,namun dampaknya
dirasakan berat bagi negara-negara dengan pendapatan sedangmaupun rendah,
dimana lebih dari 94% kelahiran di negara tersebut terjadi birthdefect yang
serius dan 95% dari bayi – bayi yang lahir meninggal dunia. Proporsi
perbandingan kelahiran dengan kecacatan dan jumlah kelahiran absolut
di negaranegaraberkembang
lebih besar bila dibandingkan dengan negara-negara denganpendapatan yang
tinggi. Perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan yang tajampada kesehatan
maternal dan pada faktor resiko bermakna seperti kemiskinan,presentase ibu usia
lebih tua yang tinggi,
E.
JENIS KELAINAN BAWAAN
Adapun jenis kelainan bawaan berdasarkan penanganannya ada 3, yaitu:
1)
Kelainan bawaan yang memerlukan
tindakan segera (untuk menyelamatkan kehidupan bayi), meliputi:
d)
Hernia
Berasal dari bahasa latin herniae, yaitu menonjolnya isi suatu rongga melalui jaringan ikat
tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding rongga yang lemah itu membentuk
suatu kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi di daerah
perut dengan isi yang keluar berupa bagian dari usus. Isi hernia terdiri dari
usus, ovarium serta jaringan penyangga usus yang disebut dengan omentum. Hernia
juga didefinisikan sebagai tonjolan pada potongan usus melalui pembukaan yang
tidak normal.
Hernia adalah kelemahan pada dinding otot abdomen dimana
segmen dari isi perut atau struktur abdomen lain yang menonjol atau turn
(Ignatavicius Donna, and Bayne Marilynn, 2002).
Berikut adalah klasifikasi Hernia berdasarkan Letaknya:
1.
Hernia difragma
a.
pengertian
Hernia difragma adalah lubang atau kelemahan pada diafragma (otot yang memisahkan dada
dari perut dan membantu dalam pernafasan). Pembukaan ini membuat beberapa usus
kecil mendorong sepanjang pembukaan tersebut, membuat tonjolan. Kadangkala usus
menjadi terperangkap (incarcerated) pada pembukaan tersebut. Kadangkala
perangkap memotong aliran darah menuju usus yang terperangkap (strangulation),
yang bisa menyebabkan sobekan (pelubangan) dan peritonitis (peradangan dan
biasanya infeksi pada rongga perut dan lapisannya), membuat operasi darurat.
Hernia diafragma yang menonjol sepanjang pembukaan kerongkongan tersebut
biasanya terus lewat lubang kecil (hiatus) disebut hernia hiatus. pada bayi dan
anak – anak biasanya disebabkan karena cacat bawaan yang gejalanya berupa
muntah tersedak
Gambar 3.1 Hernia Diafragma
Sumber: Adams
Penyebab Hernia difragma tidak diketahui. Ditemukan pada
1 diantara 2200-5000 kelahiran dan 80-90% terjadi pada sisi tubuh bagian kiri.
b. Gejala Hernia difragma berupa:
(a)
Gangguan pernafasan yang berat.
(b)
Sianosis (warna kulit kebiruan akibat kekurangan oksigen).
(c)
Takipneu (laju pernafasan yang cepat).
(d)
Bentuk dinding dada kiri dan
kanan tidak sama (asimetris).
(e)
Takikardia (denyut jantung yang cepat).
Lambung, usus dan bahkan hati dan limpa menonjol melalui
hernia. Jika hernianya besar, biasanya paru-paru pada sisi hernia tidak
berkembang secara sempurna. Setelah lahir, bayi akan menangis dan bernafas
sehingga usus segera terisi oleh udara. Terbentuk massa yang mendorong jantung
sehingga menekan paru-paru dan terjadilah sindroma gawat pernafasan.
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan fisik, yaitu:
b.
Gerakan dada pada saat bernafas
tidak simetris
c.
Tidak terdengar suara
pernafasan pada sisi hernia
d.
Bising usus terdengar di dada
e.
Perut teraba kosong.
Rontgen dada menunjukkan adanya organ perut di rongga
dada.
Pengobatan: Hernia diafragmatika diatasi dengan pembedahan darurat.
Organ perut harus dikembalikan ke rongga perut dan
lubang pada diafragma diperbaiki.
c. Etiologi
Lesi ini biasanya terdapat pada distress respirasi berat pada masa
neonatus yang disertai dengan anamali sistem organ lain misalnya anamali sistem
saraf pusat atresia esofagus, omfalokel dan lain-lain.
Pemisahan perkembangan rongga pada dada dan perut disempurnakan dengan
menutupnya kanalis pleuropertioneum posteriolateral selam kehamilan minggu
kedelapan. Akibat gagalnya kanalis pleuroperikonalis ini menutup merupakan
mekanisme terjadinya hernia diafragma. pada neonatus hernia diafragma
disebabkan oleh gangguan pembentukan diafragma yang ditandai dengan gejala.
Anak sesak nafas terutama kalau tidur datar, dada tampak menonjol tetapi
gerakan nafas tidak nyata. Perut kempis dan menunjukkan gambaran skafoit. Post
apeks jantung bergeser sehingga kadang-kadang terletak di hemitoraks kanan.
d. Penatalaksanaan
1.
Berikan oksigen bila bayi
tampak pucat atau biru.
2.
Posisikan bayi semifowler atau
fowler sebelum atau sesudah operasi agar tekanan dari isi perut terhadap paru
berkurang dan agar diafragma dapat bergerak bebas.
3.
Awasi bayi jangan sampai
muntah, apabila hal tersebut terjadi, maka tegakkan bayi agar tidak terjadi
aspirasi.
4.
Lakukan informed consent dan
informed choice untuk rujuk bayi ke tempat pelayanan yang lebih baik.
Referensi :
Nanny Vivian.2010.Asuhan Neonatus Bayi dan
Anak Balita. Jakarta:Salemba Medika.
2.
Hernia tali pusar ( hernia
umbilikalis)
a.pengertian
Hernia tali pusar adalah bukaan kecil pada dinding perut
dekat pada tombol perut (pusar). Usus kecil bisa menonjol melalui pembukaan
tersebut ketika bayi tersebut menangis, batuk, tertawa, dan mengejan atau
tegang selama buang air besar.
Usus tersebut jarang menjadi terperangkap
(incarcerated), dan hernia tersebut biasanya menutup tanpa pengobatan pada
waktu anak tersebut berusia 5 tahun. Jika hernia tali pusat besar tidak menutup
pada waktu itu, dokter bisa menyarankan operasi. pengobatan tradisional seperti
kerokan dengan koin atau benda lain disepanjang hernia tidak berhasil dan bisa
melukai kulit.
Gejala yang timbul ketika bayi
menderita hernia tali pusat dapat dilihat setelah sisa potongan tali pusat
lepas, sekitar beberapa minggu setelah kelahiran. Terkadang, hernia justru baru
muncul setelah bayi berusia beberapa bulan lebih.
Gambar 3.2 Hernia
Umbilikal
Sumber: Adam
Gambar 3.2 Hernia
Umbilikal
Sumber:
https://lh3.googleusercontent.com /umbilical-hernia-baby.jpg
b. Etiologi
Penyebab terjadinya hernia ada dua yaitu :
1.
Kongenital
Terjadi sejak lahir.
2.
Didapat (acquired)
Terjadi setelah dewasa atau pada usia
lanjut. Disebabkan adanya tekanan intraabdominal yang meningkat dan dalam waktu
yang lama misalnya batuk kronis, konstipasi kronis, gangguan proses kencing
(hipertropi prostat, striktur uretra), ascites dan sebagainya.
c. Penatalaksanaan
1. Pemeriksaan Diagnostik
-
Sinar
X
-
Pada
abdomen akan menunjukkan kuantitas cairan atau gas
-
Pemeriksaan
darah lengkap:Hb yang rendah dapat mengarah pada anemia/kehilangan darah dan keseimbangan
oksigenasi jaringan dan pengurangan Hb yang tersedia dengan anestesi
inhalasi,peningkatan Ht mengidetifikasikan dehidrasi.Penurunan Ht mengarah pada
kelebihan cairan.
-
Waktu
koagulasi mempengaruhi hemostatis intraoperasi/pascaoperasi
-
EKG:penemuan
akan sesuatu yang sesuatu yang tidak normal membutuhkan prioitas perhatian
untuk memberikan anestesi.
2. Farmakologi
-
Terapi
obat analgetik
3. Pembedahan
-
Herniatomi
Dilakukan
pembebasan kantong hernia sampai lehernya kantong dibuka dan isi hernia
dibebaskan jika ada perlekatan,kemudian diare posisi kantong hernia
dijahit,ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
-
Henia
plastik
Dilakukan tindakan
memperkecil anulis inguinalis interus dan memperkuat dinding belakang kanalis
linguinalis.
3.
Hernia Femoral
Femoral yaitu benjolan di lipat paha
melalui anulus femoralis. Selanjutnya isi hernia masuk ke dalam kanalis
femoralis yang berbentuk corong sejajar dengan pembuluh darah balik paha (vena
femoralis) sepanjang sekitar 2 cm dan keluar pada fosa ovalis di lipat paha.
Gambar Hernia Femoralis
Sumber:
http//hernia_femoral.jpg?w=140&h=110
4.
Hernia Scrotal (hernia yg sudah turun kekantung
buah zakar)
a.pengertian
Hernia
scrotalis merupakan hernia inquinalis lateralis yang mencapai scrotum
(penjelasannya sama seperti hernia inquinalis hanya lokasinya saja yang
berbeda), kadang-kadang ukurannya dapat sangat besar. Diagnosa ditegakkan atas
dasar benjolan yang dapat direposisi atau jika tidak dapat direposisi, atas
dasar tidak adanya pembatasan yang jelas disebalah kranial dan ada hubungan ke
kranial melalui anulus eksterna. Hernia ini harus dapat dibedakan dari
hirdocele, tumor testis, torsio testis dan orchitis.
5.
Inguinal hernia
Hernia pada pangkal paha disebut inguinal hernia.
Inguinal hernia lebih sering terjadi pada anak laki-laki, terutama mereka yang
prematur. Sekitar 10% mengalami hernia pada kedua sisi pada pangkal paha.
Karena inguinal hernia bisa menjadi terperangkap, dokter biasanya menyarankan
operasi.
Gambar 3.3 Hernia
Inguinalis
Sumber Tom
Lissauer, 2008
penatalaksanaan
Konservatif : dengan melakukan reposisi secara bimanual, tangan kiri
memegang isi hernia membentuk corong sedangkan tangan kanan mendorongnya kearah
cincin dengan tekanan lambat tetapi menetap sampai terjadi reposisi , pada anak
reposisi dapat dilakukan dengan menidurkan anak menggunakan sedative,
ditidurkan dalam posisi Trendelenburg atau kompres es di atas hernia, hal ini dikarenakan
pada anak cincin hernia lebih elastis. Bila terjadi inkaserasi atau strangulasi
maka keadaan umum pasien diperbaiki terlebih dahulu dengan pemasangan infus,
pemasangan catheter, pemasangan NGT dan pemberian antibiotik profilaksis.
Setelah keadaan umum diperbaiki maka harus segera dilakukan tindakan operatif
· Operatif : merupakan satu-satunya pengobatan yang rasional
Herniotomi : dilakukan pembebasan kantong hernia sampai
kelehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan kemudian
direposisi, kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin dan dipotong.
Hernioplasty : tindakan memperkecil anulus inquinalis
internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inquinalis. Tindakan ini
dilakukan untuk mencegah residif, bisa dengan menggunakan metode Bassini
(memperkecil anulus inquinalis internus dengan jahitan terputus, menutup dan
memperkuat fasia transversa dan menjahitkan pertemuan musculus transversus
internus abdominis dan musculus oblikus internus abdominis atau metode Mc Vay (menjahitkan
fasia transversa, musculus tramsversus abdominis, musculus oblikus internus
abdominis ke ligamentum Cooper.
Pada bayi dan anak-anak tidak dilakukan hernioplasty
karena penyebabnya adalah kelainan kongenital, processus vaginalis tidak
menutup sedangkan anulus inquinalis internus cukup elastis dan dinding belakang
kanalis yang kuat.
Berdasarkan
terjadinya, hernia dibagi atas :
1.
hernia bawaan (kongenital)
Hernia kongenital : merupakan hernia yang terjadi sejak lahir karena
kelainan bawaan
2.
hernia yang didapat
(akuisita/ acquired ), yakni hernia yang timbul karena dipicu berbagai faktor.
Penyakit hernia ini bisa menyerangg segala
macam lapisan usia, mulai dari anak-anak hingga mereka yang sudah lanjut usia.
Pada anak-anak atau bayi, penyakit hernia ini biasanya terjadi karena kurang
sempurnanya procesus vaginalis untuk menutup yang terjadi pada saat
turunnya buah zakar. Sementara pada kaum dewasa dan orang tua, penyakit ini
terjadi karena munculnya tekanan tinggi yang terjadi di rongga perut, serta
adanya kelemahan pada otot dinding perut yang muncul karena masalah usia.
Secara umum, hernia tidak menyebabkan nyeri. Namun, bisa
juga menimbulkan nyeri yang sangat menyakitkan, terutama apabila isi hernia
masuk terjepit di dalam cincin hernia. Nyeri ini diakibatkan adanya infeksi
pada bagian yang terjepit, yang bisa menjalar serta meracuni seluruh tubuh.
Pada kondisi ini, seorang yang mengalami penyakit hernia harus segera
mendapatkan penanganan dokter, sebab bisa mengancam jiwa penderitanya.
e)
Atresia koana posterior
(penutupan satu/dua sal hidung bagian belakang)
Atresia koana adalah tidak ada
saluran lubang hidung. Bayi baru lahir, hanya dapat bernapas
melalui hidung dan dapat menyebabkan mati lemas bila hidung tersumbat (atresia koana).
Gambar 3.4 Anatomi hidung sagital
Sumber: Escyclopedia Britania, Inc, 2003
f)
Obstruksi saluran nafas atas
a.pengertian
Salah satu
bentuk dari sumbatan paru adalah acute upper obstruction pulmonary disease
(AUOPD). Kelainan ini pada umumnya terjadi pada bagian konduksi atau dead
space. Defenisi yang digunakan untuk auopd adalah suatu obstruksi yang terjadi
di antara bagian yang dimulai dari kavum oral (rongga mulut)/kavum nasi (rongga
mulut) sampai ke cabang kedua trakeobronkus.
Sumbatan jalan nafas karena benda asing sangat berbahaya
dan harus segera dibersihkan karena apabila tidak dapat bernafas, maka kita tak
dapat memberikan pernafasan buatan.
Bayi baru lahir, hanya
dapat bernapas melalui hidung dan dapat menyebabkan mati lemas
bila hidung tersumbat
(atresia koana).
Pada orang dewasa, dipakai pernapasan melalui
mulut jika kebutuhan ventilasi melebihi kapasitas aliran melalui hidung. Selama bernapas
melalui hidung, kecepatan aliran udara
inspirasi meningkat cepat dan segera kemudian mengalami perubahan arah di
daerah katup hidung, yang diikuti
oleh penurunan kecepatan aliran udara yang masuk. Hal ini terjadi saat melalui konka dan septum nasi.
Obstruksi jalan napas yang jelas di laringotrakea sangat
berbeda dengan penyakit
paru obstruktif menahun. Obstruksi laringotrakea
ditandai dengan meningkatkan usaha
ventilasi untuk mempertahankan batas normal ventilasialveolus sampai terjadi kelelahan.
Hal ini terjadi pada
obstruksi akut atau kronis. Pada pasien yang lelah, kematian terjadi dalam
beberapa menit atau jam setelah usaha ventialsi maksimal tidak dapat
mempertahankan ventilasi alveolus yang normal.
b.etiologi
1. Kelainan congenital hidung atau laring
- Atresia koane
- Kista diktus tiroglossus
- Kista brankiogen yang besar
- Laringokel yang besar.
2. Tumor
· Hemangioma
· Higroma kistik
· Papiloma laring rekurren
· Limfoma
· Tumor ganas tiroid
· Karsinoma sel squamous laring, faring dan esofagus
4. Infeksi akut
· Laringotrakeitis.
· Epiglotitis
· Hipertropiatonsiler
· Angina Ludwig
· Abses para faring
5. Benda asing
Benda-benda asing tersebut dapat
tersangkut pada:
· Laring
· Saluran napas
· Trachea
· bronkus.
C. tanda gejala
Tersedak,
tetapi tetap bisa bernafas, Sesak bicara, pada bayi menangis tidak keras,kulit
bayi berwarna biru
d. penatalaksanaan
Penatalaksanaan obstruksi saluran
napas atas dapat bersifat non bedah dan bedah.Penatalaksanaan non bedah yang
paling utama adalah pemberian oksigen untuk mengurangi hipoksia. Pada
kasus-kasus khusus misalnya pada laringotrakeobronkitisdapat diberikan nebulizer
sampai pemberian racemic ephinefrine dan kortikosteroid,pada kasus epiglotitis
diberikan antibiotik intravena,
penatalaksanaan beberapa penyakit yang menyebabkan
obstruksisaluran napas
Stenosis subglotis
-
Repair terbuka
-
Paralisis pita suara bilateral
-
Trakeotomi, arytenoidektomi
-
Papiloma laring
-
Laser karbondioksida
-
Bronkoskopi “rigid”
2)
Kelainan bawaan yang memerlukan
tindakan dini (seawal mungkin untuk meningkatkan/memperbaiki kondisi fisik bayi
yang dapat mengganggu perkembangannya), meliputi:
a)
Omfalokel (protusi isi rongga
perut ke luar dinding perut di sekitar umbiklikus terbungkus dalam suatu
kantong)
Gambar 3.5
Omfalokel
Sumber: Tom
Lissauer, 2008
b. Tanda gejala
Tanda gejala, jarang yang mengeluh
nyeri. Banyaknya usus dan organ perut lainnya yang menonjol pada omfalokel
bervariasi, tergantung kepada besarnya lubang di pusar. Jika lubangnya kecil,
mungkin hanya usus yang menonjol, tetapi jika lubangnya besar, hati juga bisa
menonjol melalui lubang tersebut.
c. Penyebab
Omfalokel disebabkan oleh kegagalan
alat dalam untuk kembali ke rongga abdomen pada waktu janin berumur 10 minggu
sehingga menyebabkan timbulnya omfalokel. Kelainan ini dapat terlihat dengan
adanya prostrusi (sembilan) dari kantong yang berisi usus dan visera abdomen
melalui defek dinding abdomen pada umbilicus (umbilicus terlihat menonjol
keluar).
Angka kematian tinggi bila omfalokel besar karena
kantong dapat pecah dan terjadi infeksi. (Ngastiyah. Perawatan Anak Sakit.
Editor: Setiawan. Jakarta: EGC, 1997).
Pada 25-40% bayi yang menderita omfalokel, kelainan ini
disertai oleh kelainan bawaan lainnya, seperti kelainan kromosom, hernia
diafragmatika dan kelainan jantung.
d. Etologi
Penyebab pasti terjadinya omphalokel
belum jelas sampai sekarang. Beberapa faktor resiko atau faktor-faktor yang
berperan menimbulkan terjadinya omphalokel diantaranya adalah infeksi,
penggunaan obat dan rokok pada ibu hamil, defisiensi asam folat, hipoksia,
penggunaan salisilat, kelainan genetik serta polihidramnion.
Menurut
Glasser (2003) ada beberapa penyebab omfalokel, yaitu:
1.
Faktor kehamilan dengan resiko
tinggi, seperti ibu hamil sakit dan terinfeksi, penggunaan obat-obatan, merokok
dan kelainan genetik. Faktor-faktor tersebut berperan pada timbulnya
insufisiensi plasenta dan lahir pada umur kehamilan kurang atau bayi prematur,
diantaranya bayi dengan gastroschizis dan omfalokel paling sering dijumpai.
2.
Defisiensi asam folat, hipoksia
dan salisilat menimbulkan defek dinding abdomen pada percobaan dengan tikus
tetapi kemaknaannya secara klinis masih sebatas perkiraan. Secara jelas
peningkatan MSAFP (Maternal Serum Alfa Feto Protein) pada pelacakan dengan
ultrasonografi memberikan suatu kepastian telah terjadi kelainan struktural
pada fetus. Bila suatu kelainan didapati bersamaan dengan adanya omfalokel,
layak untuk dilakukan amniosintesis guna melacak kelainan genetik.
3.
Polihidramnion, dapat diduga
adanya atresia intestinal fetus dan kemungkinan tersebut harus dilacak dengan
USG.
e.Penatalaksanaan:
1)
Pasang
selang nasogastrik berkaliber besar saat persalinan untuk membatasi masuknya
udara ke dalam usus, dan jangan menggunakan mulut.
2)
Tempatkan
tubuh bagian bawah bayi ke dalam kantung plastik steril untuk membatasi
kehilangan panas, cairan dan melindungi usus dari kerusakan dan infeksi
3)
Berikan
cairan intra vena.
4)
Periksa
adanya kelainan lain, termasuk ekokardiografi.
5)
Perbaikan
secara pembedahan biasanya dilakukan pada hari pertama kehidupan. Jika defek
berukuran besar, visera dapat diletakkan di dalam Silo Silastic, dan secara
bertahap ditempatkan di dalam abdomen selama beberapa hari.
Gambar: silo silastic
b) Atresia esophagus (penyumbatan/obstruksi
dari saluran esophagus/kerongkongan)
Manifestasi pada pada kelainan
ini :
1) Prenatal ( terjadi polihidramnion)
2) Saat lahir ( busa pada sekter oral
disertai dengan tersedak dan sianosis)
TIPE ATRESIA ESOFAGUS
·
Tipe
A
(5% sampai 8%)
kantong buntu disetiap ujung asofagus, terpisah jauh dan tanpahubungan ke trakea.
·
Tipe
B
(jarang) kantong
buntu disetiap ujung esophagus dengan fistula dari trakea ke segmen esophagus
bagian atas.
·
Tipe
C
(80% sampai 95%)
segmen esophagus proksimal berakhir pada kantong buntu, dan segmen distal
dihbungkan ke trakea atau bronkus primer dan fistula pendek pada atau dekat
bifurkasi.
·
TIPE
D (jarang)
Kedua segmen
esophagus atas dan bawah dihubungkan ke
trakea.
·
TIPE
E (jarang disbanding A atau C)
Sebaliknya trakea
dan esophagus nomal dihubungkan dengan fistula umum.
Terdapat beberapa tanda dan
gejala atau manifestasi klinik pada atresia esofagus (Hochenberry, 2002)
-
Salivasi
dan drooling berlebihan
-
Tiga
tanda utama trakeoesofageal fistula: batuk, tersedak, sianosis
-
Apnea
-
Meningkatnya
distress pernafasan setelah feeding
-
Distensi
abdomen
-
Kebiruan
pada kulit (sianosis) ketika diberi makan
-
Batuk,
gagging, tersedak ketika diberi makan
-
Sulit
untuk diberi makan
Gambar 3.6 Busa
pada sekter oral setelah kelahiran akibat atresia esofagus
Sumber: Tom
Lissauer, 2008
Penatalaksanaan:
1) Lewatkan selang orogastrik dan lakukn
aspirasi kantung untuk menghindari pnemonia aspirasi.
2) Cairan intra vena untuk resusitasi dan
pemeliharaan. Berikan TPN (Total Parenteral Nutrisi) sejak dini.
3) Memerlukan koreksi dengan pembedahan.
Gambar 3.7 Berbagai jenis atresia esofagus
Sumber: Tom
Lissauer, 2008
c) Hischprung (Gangguan pasase usus besar
karena tidak adanya sel ganglion di dalam pleksus aurerbach/meissner)
a. Pengertian
PenyakitHisprung (Hirschprung) adalah kelainan bawaan
penyebab gangguan pasase usus (Ariff Mansjoer.dkk, 2000).
Dikenalkan pertama kali oleh
Hirschprung tahun 1886. Zuelser dan Wilson , 1948 mengemukakan bahwa pada
dinding usus yang menyempit tidak ditemukan ganglion parasimpatis.
Penyakit Hisprung
disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Penyakit ini merupakan keadaan
usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik).
karena ada
bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai
persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan
fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang
usus besar yang terkena berbeda-beda
Gambar 3. 8 Usus besar yang normal Gambar 3. 9 Penyakit Hiscprung
b. Etiologi Penyakit Hisprung:
Penyakit ini disebabkan aganglionosis Meissner dan
Aurbach dalam lapisan dinding usus, mulai dari spingter ani internus ke arah
proksimal, 70 % terbatas di daerah rektosigmoid, 10 % sampai seluruh kolon dan
sekitarnya 5 % dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus.
Diduga terjadi karena faktor genetik sering terjadi pada
anak dengan Down Syndrom, kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding
usus, gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding
plexus.
c. Gejala Penyakit Hisprung:
Akibat dari kelumpuhan usus besar dalam
menjalankan fungsinya, maka tinja tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahir
akan mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada
bayi yang menderita penyakit Hisprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan
tidak dapat keluar sama sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat
menggembung, disertai muntah. Jika dibiarkan lebih lama, berat badan bayi tidak
akan bertambah dan akan terjadi gangguan pertumbuhan.
d. Patofisiologi Penyakit Hisprung:
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan
adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub
mukosa kolon distal. Segmen aganglionik hampir selalu ada dalam rektum dan
bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan
atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya
evakuasi usus spontan serta spinkter rektum tidak dapat berelaksasi sehingga
mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus
dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak
pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna
untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.
Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses
terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang
proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian
Colon tersebut melebar (Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
Pemeriksaan Tambahanpada Penyakit Hisprung:
-
Pemeriksaan colok dubur
untuk menilai adanya pengenduran otot dubur.
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah roentgen perut, barium enema, dan biopsi rektum.
Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan adalah roentgen perut, barium enema, dan biopsi rektum.
-
Roentgen perut bertujuan untuk
melihat apakah ada pembesaran/pelebaran usus yang terisi oleh tinja atau gas.
-
Barium enema, yaitu dengan
memasukkan suatu cairan zat radioaktif melalui anus, sehingga nantinya dapat
terlihat jelas di roentgen sampai sejauh manakah usus besar yang terkena penyakit
ini.
Biopsi (pengambilan contoh jaringan usus besar dengan
jarum) melalui anus dapat menunjukkan secara pasti tidak adanya persarafan pada
usus besar. Biopsi ini biasanya dilakukan jika usus besar yang terkena penyakit
ini cukup panjang atau pemeriksaan barium enema kurang dapat menggambarkan
sejauh mana usus besar yang terkena.
Komplikasi Penyakit Hisprung:
Enterokolitis nekrotikans,
pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi dan septikemia.
e. Penatalaksanaan klien dengan Hisprung:
1. Konservatif. Pada neonatus dilakukan
pemasangan sonde lambung serta pipa rektal untuk mengeluarkan mekonium dan
udara.
2.
Tindakan
bedah sementara. Kolostomi pada neonatus, terlambat diagnosis, enterokolitis
berat dan keadaan umum buruk.
3.
Tindakan
bedah defenitif. Mereseksi bagian usus yang aganglionosis dan membuat
anastomosis.
d) Atresia ani/rekti (penyumbatan/obstruksi
pada rectum/anus)
Atresia berasal dari bahasa
Yunani, a artinya tidak ada, trepis artinya nutrisi atau makanan.
Dalam istilah kedokteran atresia itu sendiri adalah keadaan tidak adanya atau
tertutupnya lubang badan normal atau organ tubular secara kongenital disebut
juga clausura.
Dengan kata lain tidak adanya
lubang di tempat yang seharusnya berlubang atau buntunya saluran atau rongga
tubuh, hal ini bisa terjadi karena bawaan sejak lahir atau terjadi kemudian
karena proses penyakit yang mengenai saluran itu. Atresia dapat terjadi pada
seluruh saluran tubuh, misalnya atresia ani.
Atresia ani yaitu tidak
berlubangnya dubur. Atresia ani memiliki nama lain yaitu anus imperforata.
Jika atresia terjadi maka
hampir selalu memerlukan tindakan operasi untuk membuat saluran seperti keadaan
normalnya.
Klasifikasi Atresia Ani:
Suatu perineum tanpa apertura
anal diuraikan sebagai imperforata. Ladd dan Gross (1966) membagi anus
imperforata dalam 4 golongan, yaitu:
1) Stenosis rectum yang lebih rendah atau
pada anus
2)
Membran anus menetap
3)
Anus inperforata dan ujung
rectum yang buntu terletak pada bermacam-macam jarak dari peritoneum
4)
Lubang anus yang terpisah
dengan ujung rectum yang buntu
Pada golongan 3 hampir selalu disertai fistula, pada
bayi wanita yang sering ditemukan fisula rektovaginal (bayi buang air besar
lewat vagina) dan jarang rektoperineal, tidak pernah rektobrinarius. Sedang
pada bayi laki-laki dapat terjadi fistula rektourinarius dan berakhir dikandung
kemih atau uretra serta jarang rektoperineal.
Etiologi Atresia Ani:
Atresia dapat disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain:
a. Putusnya saluran pencernaan dari atas
dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.
b.
Kegagalan
pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan.
c.
Adanya
gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian
distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai
keenam usia kehamilan.
Patofisiologi Atresia Ani:
Atresia ani atau anus
imperforate dapat disebabkan karena :
1) Kelainan ini terjadi karena kegagalan
pembentukan septum urorektal secara komplit karena gangguan pertumbuhan, fusi
atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik.
2) Putusnya saluran pencernaan dari atas
dengan daerah dubur, sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur.
3) Gangguan organogenesis dalam kandungan
penyebab atresia ani, karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam
kandungan berusia 12 minggu atau tiga bulan.
4) Berkaitan dengan sindrom down.
5) Atresia ani adalah suatu kelainan bawaan.
Terdapat tiga macam letak:
1)
Tinggi (supralevator), yaitu
rektum berakhir di atas M.Levator ani (m.puborektalis) dengan jarak antara
ujung buntu rectum dengan kulit perineum >1 cm. Letak upralevator biasanya
disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital
2)
Intermediate, yaitu rectum terletak pada m.levator ani tapi tidak
menembusnya
3)
Rendah , yaitu rectum berakhir
di bawah m.levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh
1 cm.
Pada wanita 90% dengan fistula ke vagina/perineum. Pada
laki-laki umumnya letak tinggi, bila ada fistula ke traktus urinarius.
Gambaran Klinik Atresia Ani:
Pada sebagian besar anomali ini pada neonatus ditemukan
dengan obstruksi usus. Tanda berikut merupakan indikasi beberapa abnormalitas:
1)
Tidak adanya apertura anal
2)
Mekonium yang keluar dari suatu
orifisium abnormal
3) Muntah dengan abdomen yang kembung
4)
Kesukaran defekasi,
misalnya dikeluarkannya feses mirip seperti stenosis.
Untuk
mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir harus dilakukan
colok anus dengan menggunakan termometer yang dimasukkan sampai sepanjang 2 cm
ke dalam anus. Atau dapat juga dengan jari kelingking yang memakai sarung
tangan. Jika terdapat
kelainan, maka termometer atau jari tidak dapat masuk. Bila anus terlihat
normal dan penyumbatan terdapat lebih tinggi dari perineum. Gejala akan timbul
dalam 24-48 jam setelah lahir berupa perut kembung, muntah berwarna hijau.
Pemeriksaan
Penunjang Atresia Ani:
1)
X-ray, ini menunjukkan adanya
gas dalam usus
2)
Pewarnaan radiopak dimasukkan
kedalam traktus urinarius, misalnya suatu sistouretrogram mikturasi akan
memperlihatkan hubungan rektourinarius dan kelainan urinarius
3)
Pemeriksaan urin, perlu
dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium
Penatalaksanaan:
Prinsip
pengobatan operatif pada malformasi anorektal dengan tindakan bedah yang
disebutkan diseksi postero sagital atau plastik anorektal posterosagital.
Kolostomi merupakan perlindungan sementara. Ada dua tempat kolostomi yang
dianjurkan dipakai pada neonatus dan bayi yaitu transversokolostomi (kolostomi
dikolon transversum) dan sigmoidostomi (kolostomi disigmoid). Bentuk kolostomi
yang mudah dan aman adalah stoma laras ganda (Double barrel).
Teknik operatif definitif
(Posterior Sagital Ano-Rekto-Plasti)
Prinsip operasi:
1)
Bayi diletakkan tengkurap
2)
Sayatan dilakukan diperineum
pada garis tengah, mulai dari ujung koksigeus sampai batas anterior marka anus.
3)
Tetap bekerja digaris tengah
untuk mencegah merusak saraf.
4)
Ahli bedah harus memperhatikan
preservasi seluruh otot dasar panggul.
5)
Tidak menimbulkan trauma
struktur lain.
Penatalaksanaan atresia ani
tergantung klasifikasinya. Begitu diketahui, segera dirujuk ke RS untuk
dilakukan colostomy. Kolostomi adalah suatu tindakan bedah untuk membuat bukaan
intestinal/kolon pada dinding abdomen. Ini memungkinkan bayi untuk dapat tetap
memiliki pasase kolon yang normal dan mencegah obstruksi kolon. Pada ujung
muara kolostomi ini dipasang sebuah kantong untuk menampung faeces yang keluar.
Gambar 3.10 Atresia
Ani
Sumber: Adam
e) Atresia Duodenum
Atresia Duodenum yaitu kondisi dimanaduodenum (bagian
pertama dari usus halus)tidak berkembang dengan baik, sehingga tidak berupa
saluran terbuka dari lambung yangtidak memungkinkan perjalanan makanan
darilambung ke usus.Penyebab atresia duodenum ini belumdiketahui secara jelas
namun kerusakan padaduodenum ini terjadi karena Kegagalanrekanalisasi lumen
usus selama masakehamilan minggu ke 4 dan minggu ke 5. Kejadian ini banyak terjadi pada bayi yang lahir prematur.
Gejala Atresia Duodenum:
·
Bisa ditemukan pembengkakan
abdomen bagian atas
·
Muntah banyak segera setelah
lahir, berwarna kehijauan akibat adanya empedu
·
Muntah terus menerus meskipun
bayi dipuasakan selama beberapa jam
·
Tidak memproduksi urin setelah
beberapa kali buang air kencing
·
Hilangnya bising usus setelah
beberapa kali buang air besar mekonium
Penatalaksanaan:
·
Pemberian terapi cairan
intravena
·
Dilakukan tindakan
duodenoduodenostomi
Komplikasi:
Dapat ditemukan kelainan kongenital lainnya. mudah
terjadi dehidrasi terutama bila tidakterpasang line intravena.
Setelahpembedahan, dapat terjadi komplikasi lanjutseperti pembengkakan
duodenum(megaduodenum), gangguan motilitas usus,atau refluks gastroesofageal.
Pada penderita atresia duodeni ini belum ditemukan
obatnya. Jalan satu-satunya hanya dengan pembedahan Atresia duodeni. Pada bayi
baru lahir harus dicurigai bila bayi tersebut muntah segerasetelah lahir dan
secara progesif menjadi buruk dengan pemberian makanan.
Gambar Atresia Duoenal
Sumber Pediatric Surgery, Brown Medical
School
f) Meningokel (Lapisan meningen menonjol
keluar kanalis vertebralis)
Meningokel adalah penonjolan dari pembungkus medulla
spinalis melalui spina bifida dan terlihat sebagai benjolan pada permukaan.
Pembengkakan kistis ini ditutupi oleh kulit yang sangat tipis.
Pada kasus tertentu kelainan ini dapat dikoreksi dengan
pembedahan. Pembedahan terdiri dari insisi meningokel dan penutupan dura meter.
Kemudian kulit diatas cacat ditutup. Hidrosefalus kemungkinan merupakan
komplikasi yang memerlukan drainase (Rosa M. sachrin; Hal-283)
Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling
sering terjadi. Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat
di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas. Kantong hanya berisi
selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak
terdapat saraf). Tidak terdapat gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan
menjadi normal sesudah operasi (IKA-FKUI; Hal-1136)
Gambaran klinis:
Akibat spina bifida, terjadi sejumlah disfungsi tertentu
pada rangka, kulit dan saluran genitourinari akibat spina bifida, tetapi
tergantung pada bagian medulla spinalis yang terkena. Pada meningokel dapat
ditemukan:
1.
Kantong herniasi CSS yang dapat
dilihat pada daerah lumbosakral.
2.
Hidrosefalus.
Patofisiologi:
Ada dua jenis kegagalan penyatuan lamina vertebrata dan
kolumna spinalis: spina bifida okulta dan spina bifida sistika.
Spina bifida okulta adalah defek penutupan dengan
meninges tidak terpajan di permukaan kulit. Defek vertebralnya kecil, umumnya
pada daerah lumbosakral.
Spina bifida sistika adalah defek penutupan yang
menyebabkan penonjolan medula spinalis dan pembungkusnya.
Meningokel adalah penonjolan yang terdiri dari maninges
dan sebuah kantong berisi cairan serebrospinal (CSS): penonjolan ini tertutup
kulit biasa. Tidak ada kelainan neurologi, dan medulla spinalis tidak terkena.
Hidrosefalus terdapat pada 20% kasus spina bifida sistika. Meningokel umumnya
terdapat pada lumbosakral atau sacral.
Mielomeningokel adalah penonjolan meninges dan sebagian
medulla spinalis, selain kantong berisi CSS. Daerah lumbal atau lumbosakral
terdapat pada 42% kasus; torakolumna pada 27 kasus, sacral 21% kasus; dan
torakal atau servikal pada 10% kasus. Bayi dengan mielomeningokel mudah terkena
cedera selama proses kelahiran. Hidrosefalus terdapat pada hampir semua anak
yang menderita spina bifida (85% sampai 90%);kira-kira 60% sampai 70% tersebut
memiliki IQ normal. Anak dengan mielomeningokel dan hidrosefalus menderita
malformasi system saraf pusat lain, dengan deformitas Arnold-Chiari yang paling
umum.
Penyebab:
Penyebab spesifik dari meningokel atau spina bifida
belum diketahui. Banyak factor seperti keturunan dan lingkungan diduga terlibat
dalam terjadinya defek ini. Tuba neural umumnya lengkap empat minggu setelah
konsepsi.
Hal-hal berikut ini telah ditetapkan sebagai faktor
penyebab; kadar vitamin maternal rendah, termasuk asam folat: mengonsumsi
klomifen dan asam valfroat: dan hipertermia selama kehamilan. Diperkirakan
hampir 50% defek tuba neural dapat dicegah jika wanita bersangkutan meminum
vitamin-vitamin prakonsepsi, termasuk asam folat (Cecila L. Betz & Linda A.
Sowden, 2002; hal-468).
Deteksi prenatal:
Terdapat kemungkinan untuk menentukan adanya beberapa
NTD terbuka selama masa prenatal. Pemindaian ultra suara pada uterus dan
peningkatan konsentrasi alfafetoprotein (AFP), suatu gamma, globulin yang
spesifik pada fetus, dalam cairan amnion mengindikasikan adanya arensefali atau
mielomeningokel. Waktu yang tepat untuk melakukan pemeriksaan diagnostic ini
adalah pada usia gestasi 16 dan 18 minggu, sebelum konsentrasi AFP yang
normalnya menurun, dan pada saat yang tepat untuk melakukan aborsi terapeutik.
Pengambilan sampel virus koronik (chorionic villus
sampling, CVS) juga merupakan pemeriksaan untuk diagnostik NTD pada masa prenatal.
Prosedur diagnostic di atas direkomendasikan untuk semua ibu yang telah
melahirkan anak dengan gangguan ini dan dan pemeriksaan ditawarkan bagi semua
wanita hamil. Selain itu, rencana kelahiran dengan sesar dapat menurunkan
disfungsi motorik. (Donna L. Wong; Hal-1425)
Penatalaksanaan:
Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode
neonatal untuk mencegah rupture. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal
dan pirau CSS pada bayi hidrosefalus dilakukan pada saat kelahiran.
Pencangkokan kulit diperlakukan bila lesinya besar. Antibiotic profilaktik
diberikan untuk mencegah meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan
tergantung ada tidaknya disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada
berbagai system tubuh.
Untuk spina bifida okulta atau maningokel tidak
diperlukan pengobatan
Perbaikan mielomeningokel, dan kadang-kadang meningokel, secara bedah diperlukan.
Perbaikan mielomeningokel, dan kadang-kadang meningokel, secara bedah diperlukan.
Apabila dilakukan perbedahan secara bedah, maka perlu
dipasang suatu pirau (shunt) untuk memungkinkan drainase CSS dan mencegah
timbulnya hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranium.
Seksio sesarae terencana, sebelum melahirkan, dapat
mengurangi kerusakan neurologis yang terjadi pada bayi dengan defek korda
spinalis.
Prognosis setelah pembedahan biasanya
baik.
Gambar 3.11
Meningokel
Sumber: Adam
g) Ensefalokel (Defek tulang kranium yang
menimbulkan herniasi jaringan saraf pusat)
Gangguan perkembangan cenderung
terjadi jika jaringan otak berada dalam sakus atau terdapat malformasi serebral
lainnya.
Gambar 3.12
Ensefalokel
Sumber: Tom
Lissauer, 2008
Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang
ditandai dengan adanya penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang
berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang pada tulang tengkorak.
Ensefalokel disebabkan oleh kegagalan penutupan tabung saraf selama perkembangan
janin.
Gejala Ensefalokel berupa :
1) Hidrisefalus
2) Kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadriplegia spastik)
3) Gangguan perkembangan
4) Mikrosefalus
5) Gangguan penglihatan
6) Keterbelakangan mental dan pertumbuhan
7) Ataksia
8) Kejang.
Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal.
ensefalokel seringkali disertai dengan kelainan kraniofasial atau kelainan otak
lainnya.
Penyebab Ensefalokel:
Ada beberapa dugaan penyebab penyakit itu diantaranya,
infeksi, faktor usia ibu yang terlalu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik,
serta pola makan yang tidak tepat sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat. Langkah selanjutnya, sebelun
hamil, ibu sangat disarankan mengonsumsi asam folat dalam jumlah cukup.
Pemeriksaan laboratorium juga diperlukan untuk mendeteksi ada-tidaknya infeksi.
Sumber asam folat banyak didapatkan dari:
1)
Sayuran seperti bayam,
asparagus, brokoli, bit, lobak hijau, selada romaine, kecambah, bok choy.
2)
Kacang segar atau kering,
kacang polong, gandum, biji bunga matahari. Produk biji-bijian yang diperkaya
(pasta, sereal, roti)
3)
Buah-buahan seperti: jeruk,
tomat, nanas, melon , jeruk bali, pisang, raspberry, strawberry, alpukat,
pisang
4)
Susu dan produk susu seperti
keju yoghurt.
5)
Hati
6)
Putih Telur
Gambar 3.13 Makanan sumber asam folat
Sumber: http://drprima.com
Mencegah Ensefalokel:
Bagi ibu yang berencana hamil, ada baiknya mempersiapkan
jauh jauh hari. Misalnya, mengonsumsi makanan bergizi serta menambah supfemen
yang mengandung asam folatHal itu dilakukan untuk
mencegah terjadinya beberapa kelainan yang bisa menyerang bayi_ Salah satunya,
encephalocele atau ensefalokel.
Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan
jaringan otak yang menonjol ke dalam tulang tengkorak, membuang kantung dan
memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi. Untuk hidrosefalus mungkin
perlu dibuat suatu shunt. pengobatan lainnya bersifat, simtomatis dan suportif.
Prognosisnya tergantung kepada jaringan otak yang terkena, lokasi kantung dan
kelainan otak yang menyertainya.sebelum dilakukan pembedahan bayi di taruh
ihkubator dahulu.
h) Hidrosefalus (dilatasi ventrikel yang
progresif disebabkan adanya timbunan cairan cerebrospinalis yang berlebihan)
Hydrochepalus berasal dari kata Hydro : air dan Cephalus
: kepala. Secara medisnya, kondisi Hydrocephalus merupakan "Penumpukan
cairan cerebrospinal ( CSF ) dikepala sehingga menyebabkan pembesaran ruang di
otak ( ventrikel )"
Gambar 3.14 Hidrocepalus
Sumber: Hess, 1922
Dalam kondisi normal, otak memiliki sistim sirkulasi
cairan ventrikular yang terdiri dari 4 ventrikel dan saling dihubungkan satu
sama lain dengan sebuah jalur sempit. CSF(Cerebrospinal) mengalir melalui
ventrikel dan keluar ke tempat penampungan dibagian otak, membasahi permukaan
otak & tulang belakang, kemudian diserap darah dalam tubuh. Cerebrospinal
atau CSF merupakan cairan yang membungkus otak & tulang belakang.
Fungsi CSF(Cerebrospinal)adalah sebagai 'Shock Absorber' & melindungi otak
Sebagai media transportasi nutrisi ke otak & mengangkut zat yang tidak
berguna keluar dari otak Mengalir antara tempurung kepala & tulang belakang
guna mengkompensasi perubahan volume darah dalam otak.
Keseimbangan sirkulasi (penyerapan & produksi) CSF
sangat penting. Apabila keseimbangan ini tergangung maka bisa mengakibatkan
pembengkakan (Hydrocephalus) yang menghasilkan tekanan pada otak. Kondisi ini
tidak bisa dibiarkan karena bisa menyebabkan cacat semumur hidup bahkan kematian.
Patofisiologi
dan Patogenesis:
CSS(Cerebrospinal)
yang
dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam
peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi
seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam
suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa
normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml,
neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam
ventrikel 500-1500 ml (Darsono, 2005). Aliran CSS normal ialah dari ventrikel
lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui
saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen
Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna.
Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh
sistem kapiler (DeVito EE et al, 2007; 328).
Hidroscephalus ada dua, yaitu:
a.
Hidrocephalus tak berhubungan
(obstruktif) : tekanan CSS meningkat karena aliran CSS dihambat di suatu tempat
di dalam sistem ventrikel
b.
Hidrosefalus berhubungan
(komunikans) : tekanan CSS meningkat karena CSS tidak ventrikel di absorbsi
dari ruang subarachnoid, tetap tidak terdapat gangguan dalam sistem.
2.
Penyebab: Obstruksi sirkulasi
likuor (sering terdapat pada bayi)Ø yaitu kelainan bawaan, infeksi, perdarahan,
sekres yang berlebihan, gangguan reasorbsi likuor.
3.
Gejala klinik: Muntah, Nyeri
kepala, kesadaran menurun, kepala besar,Ø sutura tengkorak belum menutup dan
teraba melebar, sklera tampak di atas iris (Sunset Sign), ubun-ubun besar
melebar atau tidak menutup pada waktunya, dahi tampak melebar dengan kulit
kepala yang menipis, tegang dan mengkilat, bola mata terdorong kebawah.
Pemeriksaan yang dilakukan: USG,
CT Scan, VentrikulografiØ
Ada tiga prinsip pengobatan
hidrosefalus:Ø
a.
Mengurangi produksi CSS yaitu
merusak sebagian fleksus koroidalis dengan pembedahan. Obat diamox mempunyai
khasiat inhibisi pembentukan CSS.
b.
Memperbaiki hubungan antara
tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi yaitu menghubungkan ventrikel dengan
subarachnoid.
c. Pengeluaran cairan CSS ke dalam organ ekstrakranial yaitu caara
terbaik ke dalam vena jugularis dan jantung melalui kateter yang berventil yang
memungkinkan penagliran CSS ke satu arah. Tindakan ini mudah terjadi infeksi
sekunder/ sepsis
Klasifikasi
Hidrosefalus:
Klasifikasi
hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya, berdasarkan:
1) Gambaran klinis,
dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi
(occult hydrocephalus).
2) Waktu pembentukan,
dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisita.
3) Proses terbentuknya,
dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.
4) Sirkulasi CSS,
dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non komunikans.
Hidrosefalus
interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal
menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks.
Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran
likuor.
Berdasarkan
gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus
arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi
ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo
adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer,
yang biasanya terdapat pada orang tua (Darsono, 2005).
Penyebab Hidrosefalus:
Hidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran
cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS
dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat
penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Hassan et al, 1985).
Swaiman and Wright (1981) mengelompokkan etiologi
hidrosefalus berdasarkan proses kejadiannya sebagai berikut :
1) Kongenital
Agenesis korpus kalosum, stenosis akuaduktus serebri, anensefali dan disgenesis serebral, genetis.
Agenesis korpus kalosum, stenosis akuaduktus serebri, anensefali dan disgenesis serebral, genetis.
2) Degeneratif
Histiositosis, inkontinensia pugmenti, dan penyakit Krebbe.
Histiositosis, inkontinensia pugmenti, dan penyakit Krebbe.
3) Infeksi
Post meningitis, TORCH, kista-kista parasit, lues kongenital.
Post meningitis, TORCH, kista-kista parasit, lues kongenital.
4) Kelainan metabolisme
Penggunaan isotretionin (Accutane) untuk pengobatan akne
vulgaris, antara lain dapat menyebabkan stenosis akuaduktus, sehingga terjadi
hidrosefalus pada anak yang dilahirkan. Oleh karena itu penggunaan derivat
retinol (vit. A) dilarang pada wanita hamil (Lott et al, 1984).
5) Trauma
Seperti pada perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, disamping organisasi darah itu sendiri yang mengakibatkan terjadinya sumbatan yang mengganggu aliran CSS.
Seperti pada perdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, disamping organisasi darah itu sendiri yang mengakibatkan terjadinya sumbatan yang mengganggu aliran CSS.
6) Neoplasma
Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap aliran CSS, antara lain tumor ventrikel III, tumor fossa posterior, papilloma pleksus koroideus, leukemia, dan limfoma.
Terjadinya hidrosefalus disini oleh karena obstruksi mekanis yang dapat terjadi di setiap aliran CSS, antara lain tumor ventrikel III, tumor fossa posterior, papilloma pleksus koroideus, leukemia, dan limfoma.
7) Gangguan vaskuler
Dilatasi sinus dural, trombosis sinus venosa, malformasi
v. Galeni, malformasi arteriovenosa.
Pemantauan dan penanganan:
Pada neonatus, hidrosefalus
dipantau dengan pemeriksaan serial ultrasonografi kranial untuk ukuran
ventrikel dan lingkar kepala. Jika berat dan progresif atau bayi menjadi
simtomatik, suatu pintas ventrikel di masukkan secara pembedahan.
i)
Obstruksi
Biliaris (penyumbatan saluran empedu)
Pengertian Obstruksi biliaris adalah suatu kelainan
bawaan dimana terjadi penyumbatan pada saluran empedu sehingga cairan empedu
tidak dapat mengalir ke dalam usus untuk dikeluarkan dalam feses.
3) Kelainan bawaan
yang dapat dijumpai di klinik yang tidak memerlukan penanganan segeram,
meliputi:
a) Labioskizis (bibir sumbing),
labiopalatoskizis (bibir & palatum sumbing), labiognatopalatoskizis
(sumbing dari bibir, palatum, hingga hidung).
Labio/plato skisis adalah merupakan
kongenital anomali yang berupa adanya kelainan bentuk pada struktur wajah.
Palatoskisis adalah adanya celah
pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan
palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
Penyebab:
Penyebab:
1. Faktor Heriditer
Sebagai faktor yang sudah
dipastikan. Gilarsi : 75% dari faktor keturunan resesif dan 25% bersifat dominan.
a. Mutasi gen.
b. Kelainan kromosom.
2. Faktor Eksternal / Lingkungan :
a. Faktor usia ibu
b. Obat-obatan. Asetosal, Aspirin (Schardein,
1985) Rifampisin, Fenasetin, Sulfonamid, Aminoglikosid, Indometasin, Asam
Flufetamat, Ibuprofen, Penisilamin, Antihistamin dapat menyebabkan celah
langit-langit. Antineoplastik, Kortikosteroid
c. Nutrisi
d. Penyakit infeksi Sifilis, virus rubella
e. Radiasi
f. Stres emosional
g.
Trauma,
(trimester pertama)
h.
Faktor
hormonal
i.
Faktor
mekanik
Gambar 3.15 Labiopalatoskizis
Sumber: Tom
Lissauer, 2008
Patofisiologi:
Kelainan sumbing selain mengenai
bibir juga bisa mengenai langit-langit. Berbeda pada kelainan bibir yang
terlihat jelas secara estetik, kelainan sumbing langit-langit lebih berefek
kepada fungsi mulut seperti menelan, makan, minum, dan bicara.
Pada kondisi normal, langit-langit
menutup rongga antara mulut dan hidung. Pada bayi yang langit-langitnya sumbing
barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa tersedak. Kemampuan
menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat menghisap,
keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yg masuk menjadi kurang dan jelas
berefek terhadap pertumbuhan dan perkembangannya selain juga mudah terkena
infeksi saluran nafas atas karena terbukanya palatum tidak ada batas antara
hidung dan mulut, bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.
(a) Celah bibir unilateral (b) celah bibir dan (c) Celah bibir
dan (d) Celah palatum
palatum unilateral palatum bilateral
Gambar 3.16
Berbagai tipe celah bibir dan palatum
Sumber: Tom
Lissauer, 2008
Labioskizis merupakan kelainan
yang terjadi akibat gagalnya jaringan lunak (struktur tulang) untuk menyatu
selama perkembangan embrio.
a. Manifestasi Klinis:
Pada labio Skisis:
Pada labio Skisis:
1)
Distorsi
pada hidung
2)
Tampak sebagian
atau keduanya
3)
Adanya
celah pada bibir
b. Pada palato skisis:
1)
Tampak ada
celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau foramen incisive.
2)
Adanya
rongga pada hidung
3)
Distorsi
hidung
4)
Teraba aa
celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari
5)
Kesukaran
dalam menghisap atau makan
Komplikasi:
1)
Gangguan
bicara dan pendengaran
2)
Terjadinya
otitis media
3)
Asirasi
4)
Distress
pernafasan
5)
Risiko
infeksi saluran nafas
6)
Pertumbuhan
dan perkembangan terhambat
·
Pemeriksaan
Diagnostik:
1)
Foto
rontgen
2)
Pemeriksaan
fisisk
3)
MRI untuk
evaluasi abnormal
·
Pemeriksaan
Terapeutik:
1)
Penatalaksanaan
tergantung pada beratnya kecacatan.
2)
Prioritas
pertama adalah pada teknik pemberian nutrisi yang adekuat.
3)
Mencegah
komplikasi.
4)
Fasilitas
pertumbuhan dan perkembangan.
5)
Pembedahan:
pada labio sebelum kecacatan palato; perbaikan dengan pembedahan usia 2-3 hari
atau sampai usia beberapa minggu prosthesis intraoral atau ekstraoral untuk
mencegah kolaps maxilaris, merangsang pertumbuhan tulang, dan membantu dalam
perkembangan bicara dan makan, dapat dilakukan sebelum pembedahan perbaikan.
6) Pembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6
bulan dan 2 tahun, tergantung pada derajat kecacatan. Awal fasilitas penutupan
adalah untuk perkembangan bicara.
Penatalaksanaan:
Pada bayi yang langit-langitnya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa tersedak. Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yang masuk menjadi kurang. Untuk membantu keadaan ini biasanya pada saat bayi baru lahir di pasang:
Pada bayi yang langit-langitnya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa tersedak. Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yang masuk menjadi kurang. Untuk membantu keadaan ini biasanya pada saat bayi baru lahir di pasang:
1) Pemasangan selang Nasogastric tube, adalah
selang yang dimasukkan melalui hidung..berfungsi untuk memasukkan susu langsung
ke dalam lambung untuk memenuhi intake makanan.
2) Pemasangan Obturator yang terbuat dari bahan
akrilik yang elastis, semacam gigi tiruan tapi lebih lunak, jadi pembuatannya
khusus dan memerlukan pencetakan di mulut bayi. Beberapa ahli beranggarapan
obturator menghambat pertumbuhan wajah pasien, tapi beberapa menganggap justru
mengarahkan. Pada center-center Cleft seperti Harapan Kita di Jakarta dan Cleft
Centre di Bandung, dilakukan pembuatan obturator, karena pasien rajin kontrol
sehingga memungkinkan dilakukan penggerindaan oburator tiap satu atau dua
minggu sekali kontrol dan tiap beberapa bulan dilakukan pencetakan ulang,
dibuatkan yang baru sesuai dengan pertumbuhan pasien.
3) Pemberian dot khusus dot khusus, dot ini bisa
dibeli di apotik-apotik besar. Dot ini bentuknya lebih panjang dan lubangnya
lebih lebar daripada dot biasa; tujuannya dot yang panjang menutupi lubang di
langit-langit mulut; susu bisa langsung masuk ke kerongkongan; karena daya
hisap bayi yang rendah, maka lubang dibuat sedikit lebih besar.
4) Operasi, dengan beberapa tahap, sebagai berikut
:
(f) Penjelasan kepada orangtuanya
(g) Umur 3 bulan (rule over ten) : Operasi bibir
dan alanasi (hidung), evaluasi telinga.
(h) Umur 10-12 bulan : Operasi palato/celah
langit-langit, evaluasi pendengaran dan telinga.
(i) Umur 1-4 tahun : Evaluasi bicara, speech
theraphist setelah 3 bulan pasca operasi.
(j) Umur 4 tahun : Dipertimbangkan repalatoraphy
atau/dan Pharyngoplasty
(k) Umur 6 tahun : Evaluasi gigi dan rahang,
evaluasi pendengaran.
(l) Umur 9-10 tahun : Alveolar bone graft
(penambahan tulang pada celah gusi)
(m) Umur 12-13 tahun : Final touch,
perbaikan-perbaikan bila diperlukan.
(n) Umur 17 tahun : Evaluasi tulang-tulang muka,
bila diperlukan advance mentosteotomy Leforti.
b)
Hipospadia (orifisium uretra
terdapat di bagian ventral penis antara skrotum dan gland penis)
Hipospadia sendiri berasal
dari dua kata yaitu “hypo” yang
berarti “di bawah” dan “spadon“
yang berarti keratan yang panjang.
Hipospadia adalah suatu
keadaan dimana lubang uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung
penis. Hipospadia merupakan kelainan kelamin bawaan sejak lahir.
Gambar 3.17 Hipospadia
Hipospadia merupakan kelainan
bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000 bayi baru lahir. Beratnya hipospadia
bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada
glans penis.
Bentuk hipospadia yang lebih
berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah batang penis atau pada
pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar) atau di bawah skrotum.
Kelainan ini seringkali berhubungan dengan kordi, yaitu suatu jaringan fibrosa
yang kencang, yang menyebabkan penis melengkung ke bawah pada saat ereksi.
Gambar 3.18
Hipospadia
Meatus uretra
ditunjukkan oleh tanda panah
Sumber: Tom
Lissauer, 2008
Penyebab Hipospadia:
Penyebabnya sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum
diketahui penyebab pasti dari hipospadia. Namun, ada beberapa factor yang oleh
para ahli dianggap paling berpengaruh antara lain :
1)
Gangguan
dan ketidakseimbangan hormone
Hormone yang dimaksud di sini
adalah hormone androgen yang mengatur organogenesis kelamin (pria). Atau biasa
juga karena reseptor hormone androgennya sendiri di dalam tubuh yang kurang
atau tidak ada. Sehingga walaupun hormone androgen sendiri telah terbentuk
cukup akan tetapi apabila reseptornya tidak ada tetap saja tidak akan
memberikan suatu efek yang semestinya. Atau enzim yang berperan dalam sintesis
hormone androgen tidak mencukupi pun akan berdampak sama.
2)
Genetika
Terjadi karena gagalnya
sintesis androgen. Hal ini biasanya terjadi karena mutasi pada gen yang mengode
sintesis androgen tersebut sehingga ekspresi dari gen tersebut tidak terjadi.
3)
Lingkungan
Biasanya faktor lingkungan
yang menjadi penyebab adalah polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang
dapat mengakibatkan mutasi.
Klasifikasi
hipospadia:
1) Tipe hipospadia
yang lubang uretranya didepan atau di anterior
Gambar 3.19Hipospadia Glandular
Gambar 3.20 HipospadiaSubcoronal
2) Tipe hipospadia
yang lubang uretranya berada di tengah
Gambar 3.21 Hipospadia Mediopenean
Gambar 3.22 Hipospadia Peneescrotal
3) Tipe hipospadia
yang lubang uretranya berada di belakang atau posterior
Gambar 3.23 Hipospadia Perineal
Patofisiologi:
1) Hipospadia terjadi karena tidak lengkapnya perkembangan uretra dalam utero.
2) Hipospadia dimana lubang uretra terletak
pada perbatasan penis dan skrotum.
3) Hipospadia adalah lubang uretra bermuara
pada lubang frenum, sedang lubang frenumnya tidak terbentuk, tempat normalnya
meatus urinarius ditandai pada glans penis sebagai celah buntu.
Gejala
Hipospadia:
1) Lubang penis tidak terdapat di ujung
penis, tetapi berada di bawah penis.
2)
Penis
melengkung ke bawah.
3)
Penis
tampak seperti berkerudung karena kelainan pada kulit depan penis.
4)
Jika
berkemih, anak harus duduk.
Komplikasi Hipospadia:
1)
Komplikasi
awal yang terjadi adalah perdarahan, infeksi, jahitan yang terlepas, nekrosis
flap, dan edema.
2)
Komplikasi
lanjut:
(a)
Stenosis
sementara karena edema atau hipertropi scar pada tempat anastomosis.
(b)
Kebocoran
traktus urinaria karena penyembuhan yang lama.
(c)
Fistula
uretrocutaneus.
(d)
Striktur
uretra
(e)
Adanya
rambut dalam uretra
Penatalaksanaan:
Untuk saat ini penanganan
hipospadia adalah dengan cara operasi. Operasi ini bertujuan untuk
merekonstruksi penis agar lurus dengan orifisium uretra pada tempat yang normal
atau diusahakan untuk senormal mungkin.
Operasi sebaiknya dilaksanakan
pada saat usia anak yaitu enam bulan sampai usia prasekolah. Hal ini
dimaksudkan bahwa pada usia ini anak diharapkan belum sadar bahwa ia begitu
“spesial”, dan berbeda dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana anak yang
lain biasanya miksi (buang air seni) dengan berdiri sedangkan ia sendiri harus
melakukannya dengan jongkok aga urin tidak “mbleber” ke mana-mana.
Anak yang menderita hipospadia
hendaknya jangan dulu dikhitan, hal ini berkaitan dengan tindakan operasi
rekonstruksi yang akan mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang
dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada penderita hipospadia.
Tahapan operasi rekonstruksi
antara lain :
1)
Meluruskan
penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin. Hal ini dikarenakan
pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatu chorda yang merupakan
jaringan fibrosa yang mengakibatkan penis penderita bengkok. Langkah
selanjutnya adalah mobilisasi (memotong dan memindahkan) kulit preputium penis
untuk menutup sulcus uretra.
2)
Uretroplasty
Tahap kedua ini dilaksanakan
apabila tidak terbentuk fossa naficularis pada glans penis. Uretroplasty yaitu
membuat fassa naficularis baru pada glans penis yang nantinya akan dihubungkan
dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama.
Tidak kalah pentingnya pada
penanganan penderita hipospadia adalah penanganan pasca bedah dimana canalis
uretra belum maksimal dapat digunakan untuk lewat urin karena biasanya dokter
akan memasang sonde untuk memfiksasi canalis uretra yang dibentuknya. Urin
untuk sementara dikeluaskan melalui sonde yang dimasukkan pada vesica urinaria
(kandung kemih) melalui lubang lain yang dibuat olleh dokter bedah sekitar
daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai kandung kemih.
Koreksi dengan pembedahan pada
kasus ini dilakukan pada usia 2 tahun sehingga meatus uretra berada pada ujung
penis, ereksi dapat lurus, dan penis terlihat normal. Pada sebagian besar kasus
hipospadia yang hanya mengenai glans penis, pembedahan tidak diperlukan kecuali
kadang-kadang untuk alasan kosmetik.
c)
Fimosis
Fimosis adalah prepusium penis yang tidak dapat
diretraksi (ditarik) ke proksimal sampai ke korona glandis. Fimosis merupakan
suatu keadaan normal yang sering ditemukan pada bayi baru lahir atau anak
kecil, karena terdapat adesi alamiah antara prepusium dengan glans penis. dan
biasanya pada masa pubertas akan menghilang dengan sendirinya.
Pada pria yang lebih tua, fimosis bisa terjadi akibat
iritasi menahun. Fimosis bisa mempengaruhi proses berkemih dan aktivitas
seksual. Biasanya keadaan ini diatasi dengan melakukan penyunatan (sirkumsisi).
Fimosis adalah keadaan di mana kulit penis (preputium)
melekat pada bagian kepala penis (glans) dan mengakibatkan tersumbatnya
lubang saluran air seni, sehingga bayi dan anak jadi kesulitan dan kesakitan
saat kencing.
Apabila preputium melekat pada glans penis, maka cairan smegma,
yaitu cairan putih kental, yang biasanya mengumpul di antara kulit kulup dan
kepala penis akan tertimbun di tempat itu, sehingga mudah sekali terjadi
infeksi.
Gambar 3.24 Fimosis
Biasanya yang diserang adalah bagian ujung penis,
sehingga disebut infeksi ujung penis atau balanitis. Sewaktu akan
kencing, anak menjadi rewel dan yang terlihat adalah kulit kulup terbelit dan
menggelembung.
Berbagai kondisi ini harus segera dikonsultasikan ke
dokter. Dokter akan memeriksa ujung penis secara teliti dan bila memungkinkan
akan berupaya melepas lengketan tersebut dan membersihkannya. Jika upaya ini
belum berhasil, maka penderitanya terpaksa dikhitan.
Bagi bayi yang berusia di bawah satu bulan atau baru
beberapa bulan, risiko khitan memang ada. Namun risiko ini lebih pada bila
terdapat luka, misalnya luka bekas khitan yang tercemar popok bekas air kencing
atau kotoran. Hal ini bisa diatasi dengan perawatan luka dan pengobatan yang
baik.
Gejala bayi alami fimosis:
1)
Ujung kulit penis mengerut dan
tak bisa ditarik ke arah pangkal ketika akan dibersihkan.
2)
Anak mengejan saat buang air
kecil, karena muara saluran kencing di ujung penisnya tertutup. Biasanya, dia
menangis dan pada ujung penisnya tampak menggembung.
3)
Air seni yang keluar tidak
lancar. Kadang-kadang menetes dan kadang memancar dengan arah yang tidak dapat
diduga.
4)
Anak menangis setiap kali buang
air kecil dan kadang disertai demam, akibat terjadi infeksi.
Penyebab fimosis:
Dalam kebanyakan kasus, fimosis adalah bawaan lahir.
Pada kasus yang lebih jarang, fimosis terjadi karena kulup
kehilangan kemampuan peregangan, misalnya karena peradangan atau luka akibat
pembukaan paksa kepala penis. Pembentukan jaringan parut dari bekas luka
itu mencegah peregangan kulup.
Perawatan:
Ada tiga cara untuk mengatasi fimosis yaitu dengan
disunat (khitan), obat dan peregangan.
1. Sunat.
Banyak dokter yang menyarankan sunat untuk menghilangkan
masalah fimosis secara permanen. Rekomendasi ini diberikan terutama bila
fimosis menimbulkan kesulitan buang air kecil atau peradangan di kepala penis
(balanitis). Sunat dapat dilakukan dengan anestesi umum ataupun lokal.
2.
Obat.
Terapi obat dapat diberikan dengan salep yang
meningkatkan elastisitas kulup. Pemberian salep ini harus dilakukan
secara teratur dalam jangka waktu tertentu agar efektif.
3. Peregangan.
Terapi peregangan dilakukan dengan peregangan bertahap
kulup yang dilakukan setelah mandi air hangat selama lima sampai sepuluh
menit setiap hari. Peregangan ini harus dilakukan dengan hati-hati untuk
menghindari luka yang menyebabkan pembentukan parut.
Jangan sekali-kali membuka kulup secara paksa dengan
menariknya ke arah pangkal penis. Tindakan ini berbahaya, karena kulup dapat
terjepit, menimbul nyeri dan pembengkakan yang hebat.
Bila anak mengalami kesulitan buang air kecil, dokter
akan mencoba melebarkan kulup yang melekat. Pelebaran (dilatasi) ini mudah,
hanya sekitar 5 menit dan tidak perlu dianestesi (dibius).
Bila upaya ini gagal, maka tindakan sunat (sirkumsisi)
adalah jalan keluarnya. Apalagi, bila fimosisnya menetap atau terjadi infeksi.
Bila perlu, dilakukan pembiusan.
A.
RANGKUMAN
MATERI
|
|
Bayi dengan kelainan congenital adalah bayi dengan
kelainan morfologik dalam pertumbuhan struktur bayi yang dijumpai sejak bayi
lahir.
Adapun jenis kelainan bawaan berdasarkan penanganannya, ada 3:
1.
Kelainan bawaan yang memerlukan
tindakan segera (untuk menyelamatkan kehidupan bayi), meliputi:
a.
Hernia:
1)
Hernia difragma adalah lubang
atau kelemahan pada diafragma (otot
yang memisahkan dada dari perut dan membantu dalam pernafasan).
2)
Hernia Umbilikalis adalah
bukaan kecil pada dinding perut dekat pada tombol perut (pusar).
3)
Hernia Inguinalis. Hernia pada
pangkal paha disebut inguinal hernia. Inguinal hernia lebih sering terjadi pada
anak laki-laki, terutama mereka yang prematur.
b. Atresia koana posterior (penutupan satu/dua sal hidung bagian
belakang). Atresia koana adalah tidak ada saluran lubang hidung.
c.
Obstruksi saluran nafas atas. Bayi baru lahir, hanya dapat bernapas melalui hidung dan dapat menyebabkan mati lemas bila
hidung tersumbat(atresia koana).
2.
Kelainan bawaan yang memerlukan
tindakan dini (seawal mungkin untuk meningkatkan/memperbaiki kondisi fisik bayi
yang dapat mengganggu perkembangannya), meliputi:
a)
Omfalokel
b) Atresia esophagus
(penyumbatan/obstruksi dari saluran esophagus/kerongkongan)
c)
(protusi isi rongga perut ke
luar dinding perut di sekitar umbiklikus terbungkus dalam suatu kantong)
d) Hischprung
(Gangguan pasase usus besar karena tidak adanya sel ganglion di dalam pleksus
aurerbach/meissner)
e) Atresia ani/rekti
(penyumbatan/obstruksi pada rectum/anus)
f) Atresia Duodeni
g) Meningokel
(Lapisan meningen menonjol keluar kanalis vertebralis)
h) Ensefalokel (Defek
tulang kranium yang menimbulkan herniasi jaringan saraf pusat)
i)
Hidrosefalus (dilatasi ventrikel yang progresif
disebabkan adanya timbunan cairan cerebrospinalis yang berlebihan)
j)
Obstruksi Biliaris (penyumbatan saluran empedu)
Pengertian Obstruksi Biliaris Ahdalah Suatu Kelainan
Bawaan Dimana Terjadi Penyumbatan Pada Saluran Empedu Sehingga Cairan Empedu
Tidak Dapat Mengalir Ke Dalam Usus Untuk Dikeluarkan Dalam Feses.
3. Kelainan bawaan
yang dapat dijumpai di klinik yang tidak memerlukan penanganan segera,
meliputi:
a) Labioskizis (bibir
sumbing), labiopalatoskizis (bibir & palatum sumbing),
labiognatopalatoskizis (sumbing dari bibir, palatum, hingga hidung).
b)
Hipospadia (orifisium uretra
terdapat di bagian ventral penis antara skrotum dan gland penis)
c)
Fimosis (keadaan di mana kulit
penis (preputium) melekat pada bagian kepala penis (glans) dan
mengakibatkan tersumbatnya lubang saluran air seni, sehingga bayi dan anak jadi
kesulitan dan kesakitan saat kencing).
1 komentar:
Maaf, kyknya lebih asyik kalo ada referensinya dicantumkan :)
Posting Komentar